Privilege untuk Anak Tak Melulu Soal Harta
“Kapan pertama kali kamu nyadar kalo ternyata keluarga kamu privileged?” begitu bunyi cuitan akun SoundOfYogi di platform X.
Aku pun menyelami berbagai jawaban cuitannya tersebut. Ada banyak yang menurutku menarik, misalnya:
“Setiap malam ditemani belajar sama mama papa.”
“Punya orang tua yang relasinya sehat.”
“Punya orang tua yang melek pendidikan.”
“Aku dibebaskan untuk memilih sekolah, jurusan kuliah selama sekolahnya benar. Dan aku tidak dituntut untuk menjadi pintar yang penting rajin sekolah dan naik kelas.”
“Sejak kuliah baru nyadar ternyata apapun keputusan gue mereka selalu make sure kalo keputusan yang diambil benar-benar matang dengan segala pertimbangan. Kalau berhasil, mereka ikut senang dan selalu nanya, ‘habis ini ngapain lagi?’ Biar nggak larut sama kepuasan. Kalau gagal, mereka selalu nenangin dan bilang nggak apa-apa, nanti coba lagi.
“Saya sih telat sadar kalau privilege itu nggak selalu tentang uang. Saya telat sadar bahwa punya orang tua yang percaya pada rencana dan impian anaknya itu privilege. Mau orang-orang bilang nggak mungkin tapi orang tua saya bilang, ‘Bapak percaya kamu bisa’ adalah privilege.
Apa Sih Privilege Itu?
Kata privilege akhir-akhir ini sering menjadi topik diskusi dan perbincangan netizen. Jadi, apa sih privilege itu?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) privilege diserap menjadi privilese yang berarti hak istimewa. Sedangkan menurut kamus Cambridge privilege berarti kelebihan atau keistimewaan yang hanya dimiliki oleh satu orang atau sekelompok orang.
Ketika membicarakan privilege kebanyakan orang akan berpikir tentang kekayaan atau kedudukan sosial. Aku pun terkadang juga berpikir seperti itu. Karena tak bisa dipungkiri, terlahir kaya dan berkecukupan adalah sebuah privilege.

Analogi privilege
Ada yang menganalogikan privilege dengan gambar di atas. Untuk mencapai tujuan yang sama dengan jarak yang sama dan dari garis start yang sama, orang berprivilege digambarkan dengan jalan yang lebih mulus, sedangkan orang tanpa privilege jalan yang lebih banyak hambatannya.

Analogi privilege
Ada pula yang mengibaratkan dengan gambar orang mendaki tangga. Orang yang punya privilege jarak antar anak tangganya lebih pendek.
Aku bisa memahami analogi tersebut, tapi tak semua orang setuju. Aku pernah berbincang dengan seorang teman tentang privilege untuk melanjutkan sekolah. Kita tentu sepakat bahwa semua orang berkesempatan untuk melanjutkan sekolah setinggi-tingginya. Namun garis mulainya tak sama. Ada yang harus bekerja keras dan menabung dulu demi bisa membayar sekolahnya, ada pula yang harus ke sana kemari untuk berburu beasiswa. Orang yang punya privilege harta tinggal belajar “saja” tanpa harus pusing memikirkan biaya.
Walau begitu, punya privilege tanpa diiringi usaha juga tak menjamin kesuksesan. Karena semua kembali ke diri sendiri, apakah mau bekerja keras atau tidak.
Privilege Tak Melulu Soal Harta
Mari kembali kepada arti privilege sesuai KBBI, hak istimewa. Nggak ada kata harta atau kaya dalam artinya. Jika merujuk kepada hak istimewa, coba ingat lagi hak istimewa apa yang kamu punya?
Setelah membaca beberapa tanggapan di platform X seperti yang aku sebutkan di atas, ternyata privilege bisa mempunyai banyak makna. Tiap orang mempunyai privilege yang berbeda, tetapi tak semua menyadari. Sesuatu yang remeh bagi kita, mungkin adalah privilege bagi orang lain.
Kesehatan, pendidikan, support system, dan pekerjaan yang kita punya juga merupakan privilege yang tak semua orang punya.
Privilege untuk Anak Tak Melulu Soal Harta
Sebagai orang tua, tentu kita ingin mengupayakan yang terbaik bagi anak-anak dan memberikan privilege untuk mendukung mereka meraih kesuksesan. Namun, jika tidak punya harta melimpah untuk diwariskan, tidak mampu membayar sekolah yang mahal, memberikan berbagai les bergengsi, atau menyekolahkan hingga keluar negeri, orang tua masih bisa memberikan privilege dalam bentuk lain. Berikut beberapa privilege untuk anak selain harta:
1. Waktu luang yang berkualitas
Waktu masih sekolah dulu, jika mau ujian, aku sering minta ibu membacakan soal-soal di buku, lalu aku menjawabnya. Kemudian ibu akan memberi tahu jawabanku benar atau salah. Ternyata ditemani orang tua ketika belajar adalah suatu privilege. Nggak semua anak merasakan itu. Nggak semua orang tua bisa meluangkan waktu untuk menemani anak belajar.
Pulang sekolah disambut ibu, makanan sudah tersaji dan tinggal makan juga sebuah privilege. Ada yang orang tuanya sibuk di kantor sehingga pulang sekolah masih harus memasak atau membeli makanan untuk makan siang.
Waktu luang orang tua adalah sebuah privilege. Waktu luang yang berkualitas atau istilahnya “quality time”. Iya, harus berkualitas, punya banyak waktu luang tapi saat bersama anak malah asyik main HP sendiri dan tidak memperhatikan anak kan sama juga bohong. Berikan quality time untuk mendampingi, menemani, atau jalan-jalan bersama anak.
2. Mendukung pilihan anak
Nggak sedikit aku dengar atau baca di media sosial orang yang mengambil suatu keputusan karena dipaksa orang tua. Misalnya kuliah di jurusan X, bekerja yang diambil, dan lain sebagainya.
Urusan cita-cita anak, ingin menjadi apa ketika besar nanti, aku ingin menyerahkan kepadanya. Selama pilihannya nggak melanggar ajaran agama dan hukum maka sebagai orang tua aku akan berusaha mendukung.
Nggak harus menunggu anak besar, mendukung pilihan anak bisa dimulai sejak kecil, mulai dari hal sederhana seperti membiarkan anak memilih bajunya sendiri, memilih kegiatan ekstrakurikuler, dll.
Mendukung juga bukan berarti melepaskan begitu saja, tetapi juga mengarahkan, memberi pemahaman bahwa setiap keputusan ada konsekuensinya, ada positif dan negatifnya. Dampingi anak untuk membuat keputusan secara matang.
3. Hubungan keluarga yang sehat
Maraknya berita KDRT, penganiayaan anak, keluarga yang bunuh diri membuatku menyadari bahwa keluarga yang harmonis adalah suatu privilege. Tinggal dengan orang tua yang sering bertengkar bisa memberikan dampak negatif bagi anak. Apalagi jika sampai terjadi KDRT, anak bisa mengalami luka mental dan fisik. Trauma, punya luka pengasuhan, dan bisa memiliki inner child.
Relasi keluarga yang sehat bisa dibangun dan diupayakan. Mulai dari belajar mengelola emosi, komunikasi yang baik, serta menunjukkan kasih sayang.
Privilege bukanlah jalan bebas hambatan yang menjamin kesuksesan di masa depan. Privilege juga tak melulu soal harta, orang tua bisa memberikan privilege lain kepada anak. Semoga urusan privilege ini tak membuat kita berkecil hati.
Comments
Post a Comment