Cara Menghadapi Kenyataan yang Tidak Sesuai Harapan
Menyambut tahun baru biasanya diawali dengan membuat berbagai resolusi. New year new me, begitu katanya. Apa kabar resolusi tahun sebelumnya?
Rasanya tahun 2023 berlalu begitu cepat. Hidup bagaikan naik roaller coaster, benar-benar jungkir-balik dalam sekejap waktu. Jika kuingat-ingat, sepertinya tahun lalu aku nggak membuat resolusi apa-apa. Hidup mengalir begitu saja. Apa gara-gara itu sekarang rasanya seperti terjebak di dasar paling dalam? Bukankah air mengalir ke tempat yang lebih rendah? Ah, sudahlah, mari sebut saja ini sebagai takdir.
Berawal dari tiba-tiba pindah ke Jakarta setelah 8 tahun tinggal di Riau. Lalu pusing mencari tempat tinggal. Ternyata tempat tinggal di Jakarta itu mahal, ya. Sesuai banget sama novel Home Sweet Loan karya Almira Bastari. Setelah mencoba hidup di ibukota, sepertinya aku nggak berjodoh sama Jakarta.
Tahun 2023 itu benar-benar banyak harapan yang tidak menjadi kenyataan. Entah kemana perginya doa-doaku itu, kok banyak yang nggak terkabul. Bukankah setiap doa itu nggak ada yang sia-sia? Kalau nggak dikabulkan berarti akan diganti dengan yang lebih baik, gitu kan?
Harapan yang nggak terkabul bukan berarti tanda untuk menyerah. Lalu harus bagaimana ya?
Cara Menghadapi Kenyataan yang Tidak Sesuai Harapan
Namanya juga hidup, pasti ada saja cobaannya. Tidak semua hal bisa berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Ada kalanya berhasil, ada pula masanya gagal. Nyatanya, usaha terkadang menghianati hasil.
Tentu saja kita tidak boleh berlarut dalam kesedihan jika menghadapi realita yang tak sesuai ekspektasi. Jadi bagaimana cara menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan?
Beri Waktu pada Diri Sendiri untuk Mencerna yang Terjadi
Elizabeth Kübler Ross, seorang psikiater Swiss-Amerika, menulis dalam bukunya yang berjudul “On Death and Dying” bahwa kesedihan atau rasa berduka dapat dibagi menjadi 5 fase, yang kemudian dikenal sebagai 5 stages of grief atau 5 tahapan berduka yaitu:
Fase 1: Denial (Penyangkalan)
Ketika mendapat musibah atau mengalami hal yang menyedihkan biasanya akan dimulai dengan penyangkalan. Di fase ini seseorang sulit menerima kenyataan dan mempertanyakan apakah hal ini nyata. Misalnya ketika mendapat diagnosis terkena penyakit berat, maka akan mempertanyakan apakah hasil pemeriksaannya benar, meminta untuk diperiksa lagi, bahkan mencari dokter lain.
Fase 2: Anger (Kemarahan)
Setelah menyadari kenyataan yang sedang terjadi, akan muncul rasa marah. Seringkali seseorang mempertanyakan kenapa hal buruk seperti itu bisa terjadi padanya.
Fase kedua ditandai dengan rasa marah dan kebingungan. Pada fase ini orang yang berduka akan mengeluarkan amarahnya, bisa ke orang lain atau ke diri sendiri, bahkan marah kepada Tuhan.
Fase 3: Bargaining (Negosiasi)
Masa negosiasi adalah fase ketiga di mana seseorang mencoba bernegosiasi dengan kenyataan. Seringkali ia mencari cara untuk mengubah atau memperbaiki situasi yang tak bisa diubah.
Fase 4: Depresi
Fase depresi berkaitan dengan kesedihan yang mendalam. Orang yang berduka mungkin mengalami kelelahan emosional, kehampaan, dan kekosongan. Pada fase ini, perlu perhatian ekstra dari orang sekitar. Rasa depresi bisa makin dalam hingga terpuruk. Jika tidak terlewati dengan baik, bisa muncul keinginan untuk bunuh diri.
Fase 5: Acceptance (Penerimaan)
Penerimaan adalah fase terakhir di mana orang yang berduka mulai menerima kenyataan. Bukan berarti perasaan sedih, kecewa, dan menyesal sudah hilang. Segala emosi tersebut masih ada, tetapi seseorang mulai menyesuaikan diri dengan keadaan dan mulai menggali hikmah dan pelajaran dari peristiwa yang terjadi.
Proses berduka adalah hal yang sangat pribadi. Setiap orang bisa mengalaminya dengan cara yang berbeda dan lama waktu yang berbeda juga. Jika mengalami peristiwa yang menyedihkan, berilah waktu berduka kepada diri sendiri, hingga bisa mencerna semua yang terjadi.
Buat Rencana Baru
Jika rencana A tak berhasil, masih ada huruf B hingga Z, dan bisa diulangi lagi. Jika harapan yang ini tidak terkabul, mari kita susun harapan yang lain lagi. Seperti kata pepatah, seribu jalan menuju Roma.
Tahun lalu, aku menyusun rencana hidup di Jakarta. Siapa sangka, tahun ini aku sudah tidak di sana lagi. Aku harus mengubah dan menyusun ulang semua rencana hidup, mulai dari nol. Bismillah, semoga Allah mudahkan.
Tetap Semangat dan Pantang Menyerah
Beberapa waktu lalu, aku melihat kata-kata di reels suatu akun di instagram yang kira-kira berbunyi seperti ini “Anak-anakku mungkin melihat aku menangis, tetapi mereka tidak akan melihat aku menyerah.” Entah bagaimana, kata-kata tersebut memberikan semangat untukku. Di tengah gempuran cobaan hidup, aku perlu bertahan setidaknya demi anak-anak. Mereka masih membutuhkan ibunya.
Mungkin rasanya sedang di terowongan yang buntu dan gelap di kedua ujung. Cobalah untuk tetap bertahan, berjalan, dan meraba sekitar, siapa tahu di sana ada pertolongan yang siap menunggu.
Berterima Kasih Kepada Diri Sendiri yang Telah Bertahan dan Allah yang Memberi Kekuatan
Berterimakasihlah kepada diri yang telah berjuang dan bertahan. Walau diliputi segala perasaan yang tidak nyaman dan rasa bersalah, kita tetap perlu memberi ruang pada diri sendiri. Namun jangan lupa bahwa kemampuan untuk bertahan sejauh ini juga karena Allah yang memberi kekuatan.
Semoga banyaknya kenyataan yang tidak sesuai harapan di tahun-tahun lalu bisa berubah di waktu mendatang. Semoga kesulitan apapun dalam hidup bisa mendapat jalan keluar. Semoga tahun ini dan seterusnya menjadi lebih baik.
Itulah beberapa cara untuk menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan. Kalau teman-teman punya cara lain, tambahkan di kolom komen ya.
Comments
Post a Comment